Kominfo Imbau Azan Magrib di TV Diganti Running Text Saat Misa Paus Fransiskus: Pro dan Kontra

gosip

<yoastmark class=

Jakarta, 3 September 2024 – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) baru-baru ini mengeluarkan imbauan kontroversial terkait penyiaran azan Magrib di televisi saat berlangsungnya misa yang dipimpin oleh Paus Fransiskus di Indonesia. Dalam surat edaran yang ditujukan kepada stasiun televisi nasional, Kominfo meminta agar azan Magrib yang biasanya disiarkan secara penuh di layar diganti dengan format running text (teks berjalan) selama misa berlangsung. Keputusan ini memicu pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Latar Belakang Imbauan Kominfo

Imbauan tersebut muncul menjelang kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia untuk memimpin misa besar di salah satu kota besar di Indonesia, yang akan disiarkan secara langsung oleh beberapa stasiun televisi nasional. Dalam rangka menghormati peristiwa keagamaan ini, Kominfo meminta agar stasiun televisi mengubah format penyiaran azan Magrib menjadi teks berjalan agar tidak mengganggu jalannya siaran misa.

Menurut Kominfo, imbauan ini bertujuan untuk menjaga keharmonisan dan rasa saling menghormati antarumat beragama di Indonesia yang majemuk.

Reaksi Masyarakat

Tanggapan atas imbauan Kominfo ini beragam. Di satu sisi, ada yang mendukung langkah ini sebagai bentuk penghormatan antaragama dan simbol persatuan bangsa. Beberapa tokoh lintas agama memuji kebijakan ini sebagai cara yang bijaksana untuk menjaga kerukunan dan toleransi.

Ini mencerminkan semangat Bhinneka Tunggal Ika, di mana kita bisa saling menghormati keyakinan masing-masing tanpa mengorbankan hak atau kewajiban agama,” ujar Romo Antonius, seorang pemuka agama Katolik di Jakarta.

Namun, di sisi lain, sebagian umat Muslim merasa bahwa mengganti azan dengan running text selama acara tersebut tidak menghormati tradisi penyiaran panggilan salat yang sudah lama berlangsung. Beberapa organisasi keagamaan menyatakan kekhawatirannya bahwa keputusan ini dapat menjadi preseden bagi penghilangan siaran azan di masa depan.

Mengubahnya menjadi teks berjalan, apalagi di waktu yang krusial seperti Magrib, bukanlah hal yang tepat,” ungkap Ustaz Amir, seorang ulama di Surabaya.

Klarifikasi Kominfo

Menanggapi pro dan kontra yang muncul, pihak Kominfo memberikan klarifikasi bahwa imbauan tersebut tidak bersifat wajib, melainkan hanya sebagai saran kepada stasiun televisi. “Kami tidak bermaksud untuk menghapus azan dari layar televisi. Azan tetap akan ada, hanya dalam bentuk yang berbeda selama momen tertentu. Ini adalah bentuk fleksibilitas dalam konteks kerukunan antarumat beragama,” kata Juru Bicara Kominfo, Dedy Permadi, dalam konferensi persnya.

Kominfo juga menekankan bahwa keputusan akhir tetap ada di tangan stasiun televisi. Mereka dapat memilih apakah akan mengikuti imbauan tersebut atau tetap menayangkan azan secara penuh sesuai dengan kebijakan internal masing-masing.

Pengaruh Terhadap Dunia Penyiaran

Imbauan ini juga memunculkan diskusi di kalangan praktisi media dan penyiaran tentang bagaimana stasiun televisi harus menyikapi isu-isu sensitif yang melibatkan keyakinan agama. Beberapa stasiun televisi tampaknya lebih memilih untuk mengikuti imbauan Kominfo demi menjaga hubungan baik antarumat beragama dan menghindari potensi kontroversi lebih lanjut.

Namun, ada juga stasiun televisi yang tetap mempertahankan format azan secara utuh, dengan mempertimbangkan audiens mereka yang mayoritas Muslim. “Kami memiliki tanggung jawab untuk melayani seluruh lapisan masyarakat, termasuk menayangkan azan sesuai dengan tradisi yang sudah ada. Kami akan mencari cara untuk menyeimbangkan keduanya,” ujar seorang direktur program televisi nasional.

Penutup

Imbauan Kominfo untuk mengganti azan Magrib dengan format running text selama misa Paus Fransiskus menimbulkan diskusi menarik tentang bagaimana Indonesia, sebagai negara dengan keragaman agama, harus menangani situasi-situasi yang melibatkan berbagai keyakinan. Di tengah pro dan kontra, yang terpenting adalah menjaga semangat toleransi, saling menghormati, dan tetap memelihara harmoni antarumat beragama di Indonesia.

Kerukunan antarumat beragama tetap menjadi fondasi penting bagi kehidupan bermasyarakat di Indonesia, dan kebijakan semacam ini memerlukan keseimbangan yang hati-hati agar tidak mengorbankan tradisi keyakinan satu pihak demi yang lain.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *